Waktu Pelaksanaan Puasa
Waktu puasa bermula dari terbitnya fajar subuh dan berakhir ketika matahari terbenam. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan dalam surah Al-Baqaroh ayat 187: “Dan makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.”
Makan Sahur
Makan sahur adalah suatu hal yang sangat disunnahkan dalam syari’at Islam menurut kesepakatan para ulama. Hal itu karena Rasululllah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam sangat menganjurkannya dan mengabarkan bahwa pada sahur itu terdapat berkah bagi seorang muslim di dunia dan di akhirat sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik riwayat Al-Bukhary dan Muslim: “Bersahurlah kalian karena sesungguhnya pada sahur itu ada berkah.”
Bahkan beliau menjadikan sahur itu sebagai salah satu syi’ar (simbol) Islam yang sangat agung yang membedakan kaum muslimin dari orang–orang yahudi dan nashroni, beliau bersabda dalam hadits ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim: “Pembeda antara puasa kami dan puasa ahlul kitab adalah makan sahur.”
Dan juga disunnahkan mengakhirkan sahur sampai mendekati waktu adzan subuh, sebagaimana Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam memulai makan sahur dalam selang waktu membaca 50 ayat yang tidak panjang dan tidak pula pendek sampai waktu adzan sholat subuh. Hal tersebut dinyatakan dalam hadits Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhary dan Muslim: “Kami bersahur bersama Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam kemudian kami berdiri untuk sholat. Saya berkata (Anas bin Malik yang meriwaytkan dari Zaid,-pent.) : “Berapa jarak antara keduanya (antara sahur dan adzan)?”. Ia menjawab : “Lima puluh ayat”.” Dan dari hadits di atas, juga dapat dipetik kesimpulan akan disunnahkannya makan sahur secara bersama.
Sebaik-baik makanan yang dipakai bersahur oleh seorang mu’min adalah korma. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Abu Dawud dengan sanad yang shohih, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda: “Sebaik-baik sahur seorang mu’min adalah korma.”
Batas akhir bolehnya makan sahur adalah sampai adzan subuh, apabila telah masuk adzan subuh maka hendaknya menahan makan dan minum. Hal ini sebagaimana yang dipahami dari ayat dalam surah Al Baqoroh ayat 187: “Dan makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.”
Apabila telah yakin akan masuk waktu subuh dan seseorang sedang makan atau minum maka hendaknyalah berhenti dari makan dan minumnya. Ini merupakan fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah yang diketuai oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, dan juga fatwa Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iydan beberapa ulama lainnya berdasarkan nash ayat di atas. Adapun hadits Abu Daud, Ahmad dan lain-lainnya yang menyebutkan bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian mendengar panggilan (adzan) dan bejana berada ditangannya maka janganlah ia meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajatnya (dari bejana tersebut).” Hadits ini adalah hadits yang lemah sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Abu Hatim. Baca Al-‘Ilal 1/123 no 340 dan 1/256 no 756 dan An-Nashihah Vol. 02 rubrik Hadits. Dan andaikata hadits ini shohih maka maknanya tidak bisa dipahami secara zhohir-nya tapi harus dipahami sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Baihaqy dalam Sunanul Kubra 4/218 bahwa yang diinginkan dari hadits adalah ia boleh minum apabila diketahui bahwa si muadzdzin mengumandangkan adzan sebelum terbitnya fajar shubuh, demikianlah menurut kebanyakan para ‘ulama. Wallahu A’lam.
Apabila seeorang ragu apakah waktu subuh telah masuk atau tidak, maka diperbolehkan makan dan minum sampai ia yakin bahwa waktu subuh telah masuk. Hal ini berdasarkan firman Allah: “Dan makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.” (QS. Al-Baqarah ayat 187). Ayat ini memberikan pengertian apabila fajar subuh telah jelas nampak maka harus berhenti dari makan dan minum, adapun kalau belum jelas nampak seperti yang terjadi pada orang yang ragu di atas masih boleh makan dan minum.
Berbuka Puasa
Waktu berbuka puasa adalah ketika siang beranjak pergi dan matahari telah terbenam danmalampun menyelubunginya. Hal ini berdasarkan firman Allah Jalla Jalaluhu : “Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.” (QS. Al-Baqaroh ayat 187).
Di antara sekian banyak hadits yang menjelaskan tentang hal ini, adalah hadits Umar bin Khaththab riwayat Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Apabila malam telah datang dan siang beranjak pergi serta matahari telah terbenam maka orang yang berpuasa telah waktunya berbuka.”
Disunnahkan mempercepat berbuka puasa ketika telah yakin bahwa waktunya telah masuk, karena manusia akan tetap berada di dalam kebaikan selama mereka mempercepat berbuka puasa sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Sahl bin Sa’d As-Sa’idy Radhiyallahu 'anhu riwayat Al-Bukhari dan Muslim: “Terus-menerus manusia berada di dalam kebaikan selama mereka mempercepat berbuka puasa.” Bahkan Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam menganggap mempercepat berbuka puasa sebagai salah satu sebab tetap nampaknya agama ini, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu riwayat Ahmad, Abu Daud dan lain-lainnya dengan sanad yang hasan, beliau menegaskan: “Terus-menerus agama ini akan nampak sepanjang manusia masih mempercepat buka puasa karena orang-orang Yahudi dan Nashoro mengakhirkannya.”
Nabi Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam berbuka puasa sebelum sholat Maghrib dengan memakan ruthob (kurma kuning yang mengkal dan hampir matang) dan apabila beliau tidak menemukan ruthob maka beliau berbuka dengan korma (matang) jika tidak menemukan korma maka beliau berbuka dengan beberapa teguk air. Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Malik riwayat Abu Dawud dengan sanad hasan Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam beliau berkata: “Adalah Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam berbuka dengan beberapa biji ruthob sebelum sholat, apabila tidak ada ruthob maka dengan beberapa korma,dan kalau tidak ada korma maka dengan beberapa teguk air."
Disunahkan memperbanyak do’a ketika berbuka, karena waktu itu merupakan salah satu tempat mustajabnya (diterimanya) do’a sebagaimana dalam hadits yang shohih dari seluruh jalan-jalannya. Selain itu, merupakan suatu amalan yang sangat mulia dan mendapatkan pahala yang besar apabila seseorang memberikan makanan buka puasa pada saudaranya yang berpuasa. Hal ini berdasarkan hadits Zaid bin Khalid Al-Juhany Radhiyallahu 'Anhu riwayat Ahmad, At- Tirmidzy, Ibnu Majah dan lain-lainnya dengan sanad yang shohih Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda: “Siapa yang memberikan makanan buka puasa pada orang yang berpuasa maka baginya pahala seperti pahala orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun.”
Waktu puasa bermula dari terbitnya fajar subuh dan berakhir ketika matahari terbenam. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan dalam surah Al-Baqaroh ayat 187: “Dan makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.”
Makan Sahur
Makan sahur adalah suatu hal yang sangat disunnahkan dalam syari’at Islam menurut kesepakatan para ulama. Hal itu karena Rasululllah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam sangat menganjurkannya dan mengabarkan bahwa pada sahur itu terdapat berkah bagi seorang muslim di dunia dan di akhirat sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik riwayat Al-Bukhary dan Muslim: “Bersahurlah kalian karena sesungguhnya pada sahur itu ada berkah.”
Bahkan beliau menjadikan sahur itu sebagai salah satu syi’ar (simbol) Islam yang sangat agung yang membedakan kaum muslimin dari orang–orang yahudi dan nashroni, beliau bersabda dalam hadits ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim: “Pembeda antara puasa kami dan puasa ahlul kitab adalah makan sahur.”
Dan juga disunnahkan mengakhirkan sahur sampai mendekati waktu adzan subuh, sebagaimana Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam memulai makan sahur dalam selang waktu membaca 50 ayat yang tidak panjang dan tidak pula pendek sampai waktu adzan sholat subuh. Hal tersebut dinyatakan dalam hadits Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhary dan Muslim: “Kami bersahur bersama Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam kemudian kami berdiri untuk sholat. Saya berkata (Anas bin Malik yang meriwaytkan dari Zaid,-pent.) : “Berapa jarak antara keduanya (antara sahur dan adzan)?”. Ia menjawab : “Lima puluh ayat”.” Dan dari hadits di atas, juga dapat dipetik kesimpulan akan disunnahkannya makan sahur secara bersama.
Sebaik-baik makanan yang dipakai bersahur oleh seorang mu’min adalah korma. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Abu Dawud dengan sanad yang shohih, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda: “Sebaik-baik sahur seorang mu’min adalah korma.”
Batas akhir bolehnya makan sahur adalah sampai adzan subuh, apabila telah masuk adzan subuh maka hendaknya menahan makan dan minum. Hal ini sebagaimana yang dipahami dari ayat dalam surah Al Baqoroh ayat 187: “Dan makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.”
Apabila telah yakin akan masuk waktu subuh dan seseorang sedang makan atau minum maka hendaknyalah berhenti dari makan dan minumnya. Ini merupakan fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah yang diketuai oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, dan juga fatwa Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iydan beberapa ulama lainnya berdasarkan nash ayat di atas. Adapun hadits Abu Daud, Ahmad dan lain-lainnya yang menyebutkan bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian mendengar panggilan (adzan) dan bejana berada ditangannya maka janganlah ia meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajatnya (dari bejana tersebut).” Hadits ini adalah hadits yang lemah sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Abu Hatim. Baca Al-‘Ilal 1/123 no 340 dan 1/256 no 756 dan An-Nashihah Vol. 02 rubrik Hadits. Dan andaikata hadits ini shohih maka maknanya tidak bisa dipahami secara zhohir-nya tapi harus dipahami sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Baihaqy dalam Sunanul Kubra 4/218 bahwa yang diinginkan dari hadits adalah ia boleh minum apabila diketahui bahwa si muadzdzin mengumandangkan adzan sebelum terbitnya fajar shubuh, demikianlah menurut kebanyakan para ‘ulama. Wallahu A’lam.
Apabila seeorang ragu apakah waktu subuh telah masuk atau tidak, maka diperbolehkan makan dan minum sampai ia yakin bahwa waktu subuh telah masuk. Hal ini berdasarkan firman Allah: “Dan makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.” (QS. Al-Baqarah ayat 187). Ayat ini memberikan pengertian apabila fajar subuh telah jelas nampak maka harus berhenti dari makan dan minum, adapun kalau belum jelas nampak seperti yang terjadi pada orang yang ragu di atas masih boleh makan dan minum.
Berbuka Puasa
Waktu berbuka puasa adalah ketika siang beranjak pergi dan matahari telah terbenam danmalampun menyelubunginya. Hal ini berdasarkan firman Allah Jalla Jalaluhu : “Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.” (QS. Al-Baqaroh ayat 187).
Di antara sekian banyak hadits yang menjelaskan tentang hal ini, adalah hadits Umar bin Khaththab riwayat Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Apabila malam telah datang dan siang beranjak pergi serta matahari telah terbenam maka orang yang berpuasa telah waktunya berbuka.”
Disunnahkan mempercepat berbuka puasa ketika telah yakin bahwa waktunya telah masuk, karena manusia akan tetap berada di dalam kebaikan selama mereka mempercepat berbuka puasa sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Sahl bin Sa’d As-Sa’idy Radhiyallahu 'anhu riwayat Al-Bukhari dan Muslim: “Terus-menerus manusia berada di dalam kebaikan selama mereka mempercepat berbuka puasa.” Bahkan Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam menganggap mempercepat berbuka puasa sebagai salah satu sebab tetap nampaknya agama ini, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu riwayat Ahmad, Abu Daud dan lain-lainnya dengan sanad yang hasan, beliau menegaskan: “Terus-menerus agama ini akan nampak sepanjang manusia masih mempercepat buka puasa karena orang-orang Yahudi dan Nashoro mengakhirkannya.”
Nabi Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam berbuka puasa sebelum sholat Maghrib dengan memakan ruthob (kurma kuning yang mengkal dan hampir matang) dan apabila beliau tidak menemukan ruthob maka beliau berbuka dengan korma (matang) jika tidak menemukan korma maka beliau berbuka dengan beberapa teguk air. Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Malik riwayat Abu Dawud dengan sanad hasan Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam beliau berkata: “Adalah Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam berbuka dengan beberapa biji ruthob sebelum sholat, apabila tidak ada ruthob maka dengan beberapa korma,dan kalau tidak ada korma maka dengan beberapa teguk air."
Disunahkan memperbanyak do’a ketika berbuka, karena waktu itu merupakan salah satu tempat mustajabnya (diterimanya) do’a sebagaimana dalam hadits yang shohih dari seluruh jalan-jalannya. Selain itu, merupakan suatu amalan yang sangat mulia dan mendapatkan pahala yang besar apabila seseorang memberikan makanan buka puasa pada saudaranya yang berpuasa. Hal ini berdasarkan hadits Zaid bin Khalid Al-Juhany Radhiyallahu 'Anhu riwayat Ahmad, At- Tirmidzy, Ibnu Majah dan lain-lainnya dengan sanad yang shohih Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda: “Siapa yang memberikan makanan buka puasa pada orang yang berpuasa maka baginya pahala seperti pahala orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun.”
Comments :
0 comments to “Panduan Puasa Ramadhan: Waktu Pelaksanaan Puasa, Sahur, dan Berbuka”
Posting Komentar